Sebut UU PKPU Punya Celah Moral Hazard, Pengusaha Contohkan Kasus Pan Brothers

Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menilai Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU memiliki celah yang berpotensi menimbulkan moral hazard dan menyebabkan tidak adanya kepastian hukum bagi dunia usaha. PKPU dianggap kerap menjadi ajang untuk menagih utang yang berujung memailitkan perusahaan akibat dilampauinya komitmen dalam perjanjian.

“Kita mau bicara perjanjian apa pun kalau terjadi sengketa itu sudah bisa didefinisikan dengan utang diperluas sehingga semua masuk ke PKPU. Akhirnya PKPU bisa menjadi senjata bagi orang-orang untuk memaksa debitur membayar utang walau dengan kondisi sulit,” ujar Anggota Satgas Kepailitan dan PKPU Apindo Ekawahyu Kasih dalam konferensi pers virtual pada Selasa, 7 September 2021.

Permohonan PKPU dan kepailitan pun juga bisa berulang-ulang dan tanpa jeda waktu. Pengajuan PKPU yang berulang-ulang salah satunya dialami oleh PT Pan Brothers Tbk. Perusahaan mengalami permohonan PKPU dan kepailitan dua kali dari kreditur yang sama, yaitu Maybank Indonesia.

Pada 24 Mei 2021, ujar Eka, Maybank mengajukan PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian ditolak pada 26 Juli 2021. Selang sembilan hari sejak putusan ditolak, Maybank kembali mengajukan permohonan pailit kepada Pan Brothers.

Pan Brothers atau perusahaan yang bergerak di bidang tekstil memiliki total utang US$ 306 juta. Perusahaan diajukan kepailitan oleh Maybank dengan gugatan US$ 4,5 juta atau 1,46 persen dari total utang perusahaan.

Eka melihat syarat-syarat untuk mengajukan PKPU terlalu mudah. Tidak ada batasan nilai utang sebagai dasar permohonan kepailitan menyebabkan perusahaan yang sehat sekali pun bisa diputus pailit.

12 Selanjutnya

“Sehingga ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam dunia usaha terkait sengketa bisnis, one prestasi, dan hal ini sangat membahayakan. Ini harus diperbaiki sehingga semua masuk ke rel yang benar dan memberikan kepastian hukum, kemanfatan, dan keadilan bagi semua pihak,” katanya.

Apindo telah mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perpu tentang PKPU dan kepailitan. Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani mengatakan pengajuan PKPU kini sudah tidak lagi bermaksud menyehatkan perusahaan, namun menyebabkan korporasi pailit.

“Pengajuan PKPU ini sudah pada taraf berujung kepailitan. Padahal maksud dan tujuan PKPU ini untuk memberikan hak kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk dapat meminta penundaan kewajiban pembayaran utang dalam rangka penyehatan perusahaan,” ujar Haryadi.

Haryadi menjelaskan, selama pandemi Covid-19, banyak perusahaan mengalami tekanan keuangan atau cashflow. Di tengah kesulitan yang dialami, perusahaan kerap mendapatkan masalah tambahan karena diputus pailit akibat tidak bisa membayar utang-utangnya.

Pada periode 2020-2021, Apindo mencatat ada 1.298 kasus PKPU dan kepailitan. Dipailitkannya perusahaan disebut-sebut menyebabkan jumlah pengangguran meningkat dan upaya pemulihan ekonomi tersendat.