Permintaan Rendah, Bos PLN Cerita Perseroan Kelebihan Pasokan Listrik dan Gas

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Zulkifli Zaini mengatakan perusahaan yang dipimpinnya saat ini mengalami kelebihan pasokan atau oversupply listrik dan gas.

Zulkifli menyebut kelebihan pasokan listrik itu terjadi lantaran Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di masa lalu mengasumsikan permintaan listrik naik 7 persen sampai 8 persen per tahun.

“Kenyataannya, realisasi demand hanya 4,5 persen. sehingga, yang terjadi adalah PLN oversupply,” ujar Zulkifli dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 1 September 2021.

Di sisi lain, Zulkifli mengatakan perseroan membeli listrik dari Independent Power Producer atau IPP dengan ketentuan bahwa meskipun listrik tidak dibutuhkan karena kelebihan pasokan, perusahaan tetap mesti bayar.

“Take or pay. Jadi mau dipakai atau tidak, ya tetap bayar,” tutur dia. Biaya take or pay pada tahun ini, menurut Zulkifli, memang belum terlalu besar.

Namun, untuk tahun depan dan seterusnya, biaya dari pembelian listrik ini akan bertambah besar lantaran akan masuknya 8 gigawatt listrik dari IPP. Situasi itu akan semakin membuat perseroan kelebihan pasokan.

Persoalan lainnya, ia mengatakan perseroan juga kelebihan pasokan gas. Musababnya, perseroan berkontrak sampai 10 tahun ke depan dengan jumlah gas melebihi kebutuhan.

12 Selanjutnya

“Dan kami manajemen saat ini harus meng-handle ini. Jadi dengan segala hormat, kami harus menangani masalah ini waktu ke waktu,” ujar Zulkifli.

Ia sebelumnya menjelaskan bahwa tarif listrik yang tidak naik sejak 1 Januari 2017 menyebabkan perusahaannya mesti hidup hanya dari subsidi dan kompensasi pemerintah.

“Intinya adalah PLN hidupnya dari subsidi, hidupnya sebagian dari kompensasi karena sejak 1 Januari 2017 tarifnya tidak pernah naik,” kata Zulkifli.

Akibatnya, kata Zulkifli, seolah-olah setiap rapat bersama DPR, perusahaan selalu meminta subsidi dan kompensasi. “Kenyataannya memang tarif listriknya lebih rendah dari biaya penyediaannya,” tuturnya.

Ia mengatakan kompensasi diperlukan lantaran tarif listrik yang tak kunjung naik, padahal biaya produksi terus naik. Misalnya saja harga minyak dan gas yang melambung. Menurut Zulkifli, salah satu keadaan yang membantu saat ini adalah harga batubara yang telah dipatok US$ 70 per ton.

Zulkifli mengaku tak bisa membayangkan kondisi keuangan PLN saat harga batu bara US$ 140 per ton dan harga batu bara DMO tidak dipatok di angka tertentu. “Kami terbantu dengan itu,” kata dia.