Ini Patokan Dokter Tetapkan Pasien Suspect, Probable, atau Positif Covid-19

Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Raden Rara Diah Handayani, menanggapi tudingan rumah sakit sengaja memvonis setiap pasien yang datang positif Covid-19. Dia memastikan setiap rumah sakit sudah memiliki standar khusus dalam penanganan pasien Covid-19.

“Kami bukan meng-covid-kan pasien, kami itu punya patokan,” ujar dia dalam acara virtual 10th D’RosSSI Open Lecture, Jumat, 16 Juli 2021.

Diah yang juga staf pengajar di Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu memberi klarifikasi atas beberapa definisi yang kerap keliru dipahami di tengah masyarakat mengenai diagnosa seseorang yang terinfeksi Covid-19. Mulai dari kasus suspect, probable, hingga terkonfirmasi.

Kasus suspect Covid-19, Diah menerangkan, ditetapkan seorang dokter bila seseorang memiliki salah satu dari beberapa kriteria klinis dan epidemiologis. Kriteria klinis di antaranya demam akut dan batuk, atau terdapat tiga atau lebih gejala akut seperti demam, batuk, kelelahan, sakit kepala, myalgia, nyeri tenggorokan, pilek, hidung tersumbat, sesak napas, muntah, diare, dan penurunan kesadaran.

Kriteria epidemiologisnya, pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau bekerja di tempat berisiko penularan. Atau pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau bepergian di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.

“Atau juga 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan non medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan investigasi, pemantauan kasus kontak,” kata Diah.

Termasuk kriteria dari kasus suspect adalah seorang dengan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) berat dan seseorang tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak memenuhi kriteria epidemiologis tapi dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif.

Untuk kasus probable, seseorang sudah harus memiliki salah satu dari kriteria klinis yang disebutkan di atas, dan memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable lain, atau terkonfirmasi. “Termasuk yang berkaitan dengan klaster Covid-19 di suatu wilayah,” katanya.

Definisi lain dari kasus probable adalah kasus suspect dengan gambaran radiologis sugestif ke arah Covid-19. Juga orang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan indera pencium) atau ageusia (hilangnya kemampuan indera perasa) dengan tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi.

“Termasuk juga orang dewasa yang meninggal dengan distres pernapasan dan memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau terkonfirmasi, atau berkaitan dengan klaster Covid-19 di suatu wilayah,” ujar Diah.

Kasus terkonfirmasi positif Covid-19, Diah yang juga praktik di Rumah Sakit Persahabatan itu menerangkan, merupakan seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi dengan beberapa kriteria, yakni hasil RT-PCR positif, rapid antigen SARS-CoV-2 positif. Termasuk juga memenuhi kriteria definisi kasus probable atau kasus suspect.

Kriteria lainnya adalah seseorang tanpa gejala (asimptomatik) tapi dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif, dan memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau terkonfirmasi. “Kasus konfirmasi ini dibagi menjadi dua, dengan gejala dan tanpa gejala,” kata Diah.

Sementara, untuk kontak erat, Diah berujar, merupakan orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau terkonfirmasi positif Covid-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain, kontak tatap muka atau berdekatan dengan kasus probable atau terkonfirmasi dalam radius satu meter dan dalam waktu 15 menit atau lebih.

Riwayat kontak lainnya adalah sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain). Juga orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau terkonfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.

Ada pula istilah riwayat kontak. Ini adalah situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologis setempat. “Jadi sekali lagi, kami itu menentukan pasien terinfeksi Covid-19 tidak sembarangan, bukan meng-covid-kan,” kata Diah menegaskan.

Baca berita sebelumnya:Dokter Curhat Tuduhan Asal Diagnosis: Buat Apa Meng-Covid-kan Pasien?